Kota ku Kota Tarakan
Kota Tarakan
adalah sebuah kota di Kalimantan Utara, Indonesia dan juga merupakan
kota terbesar di Kalimantan Utara, sekaligus kota terkaya ke-17 di
Indonesia. Kota ini memiliki luas wilayah 250,80 km² dan sesuai dengan
data Badan Kependudukan Catatan Sipil dan Keluarga Berencana, Kota Tarakan
berpenduduk sebanyak 239.787 jiwa. Tarakan atau juga dikenal sebagai Bumi
Paguntaka, berada pada sebuah pulau kecil. Sem"BAIS"
(Bersih, Aman, Indah, Sehat dan Sejahtera). Semboyan dari kota Tarakan adalah Tarakan Kota.
Sejarah
Tarakan menurut
cerita rakyat berasal dari bahasa tidung “Tarak” (bertemu) dan “Ngakan” (makan)
yang secara harfiah dapat diartikan “Tempat para nelayan untuk istirahat makan,
bertemu serta melakukan barter hasil tangkapan dengan nelayan lain. Selain itu
Tarakan juga merupakan tempat pertemuan arus muara Sungai Kayan, Sesayap dan
Malinau.
![]() |
Pemboran
minyak di Pulau Tarakan (tahun 1920-1940).
|
![]() |
Prajurit
dari Batalion ke-2/48 menyaksikan konvoi yang membawa mereka ke Tarakan.
|
![]() |
Lapangan
Udara Tarakan 2 minggu setelah diduduki. Lihat pelubangan yang mendalam.
|
![]() |
Gabungan
patroli Australia-Hindia Belanda di bagian terpencil Tarakan.
|
![]() |
Pantai
tempat pasukan sekutu mendarat di Tarakan pada 1 May 1945.
|
![]() |
Brigadir
Whitehead(Komandan birade 26, berpipa rokok) bersama Letnan Jenderal.
|
Era Kerajaan Tidung
Kerajaan Tidung atau
dikenal pula dengan nama Kerajaan Tarakan (Kalkan/Kalka) adalah kerajaan yang
memerintah Suku Tidung di Kalimantan Utara, yang berkedudukan di Pulau Tarakan dan
berakhir di Salimbatu. Sebelumnya terdapat dua kerajaan di kawasan ini, selain
Kerajaan Tidung, terdapat pula Kesultanan Bulungan yang berkedudukan di Tanjung
Palas. Berdasarkan silsilah (Genealogy) yang ada bahwa dipesisir timur Pulau
Tarakan yaitu di kawasan Dusun Binalatung sudah ada Kerajaan Tidung Kuno (The
Ancient Kingdom of Tidung), kira-kira pada tahun 1076-1156, kemudian berpindah
ke pesisir selatan Pulau Tarakan di kawasan Tanjung Batu pada tahun 1156-1216,
lalu bergeser lagi ke wilayah barat yaitu ke kawasan Sungai Bidang kira-kira
pada tahun 1216-1394, setelah itu berpindah lagi, yang relatif jauh dari Pulau
Tarakan ke daerah Pimping bagian barat dan kawasan Tanah Kuning, sekitar tahun
1394-1557, dibawah pengaruh Kesultanan Sulu.
Dari riwayat-riwayat
yang terdapat dikalangan suku Tidung tentang kerajaan yang pernah ada dan dapat
dikatakan yang paling tua di antara riwayat lainnya yaitu dari Menjelutung di Sungai
Sesayap dengan rajanya yang terakhir bernama Benayuk. Berakhirnya zaman Kerajaan
Menjelutung karena ditimpa malapetaka berupa hujan ribut dan angin topan
yang sangat dahsyat sehingga mengakibatkan perkampungan di situ runtuh dan
tenggelam kedalam air (sungai) berikut warganya. Peristiwa tersebut dikalangan
suku Tidung disebut Gasab yang kemudian menimbulkan berbagai mitos tentang
Benayuk dari Menjelutung.
Dari beberapa sumber
didapatkan riwayat tentang masa pemerintahan Benayuk yang berlangsung sekitar
35 musim. Perhitungan musim tersebut adalah berdasarkan hitungan hari bulan
(purnama) yang dalam semusim terdapat 12 purnama. Dari itu maka hitungan musim
dapat disamakan lebih kurang dengan tahun Hijriah. Apabila dirangkaikan dengan
riwayat tentang beberapa tokoh pemimpin (Raja) yang dapat diketahui lama masa
pemerintahan dan keterkaitannya dengan Benayuk, maka diperkirakan tragedi di
Menjelutung tersebut terjadi pada sekitaran awal abad XI. Kelompok-kelompok
Suku Tidung pada zaman Kerajaan Menjelutung belumlah seperti apa yang terdapat
sekarang ini, sebagaimana diketahui bahwa dikalangan Suku Tidung yang ada di
Kalimantan Timur dan Utara sekarang terdapat 4 (empat) kelompok dialek bahasa
Tidung, yaitu :
- Dialek bahasa Tidung Malinau
- Dialek bahasa Tidung Sembakung.
- Dialek bahasa Tidung Sesayap.
- Dialek bahasa Tidung Tarakan yang biasa pula disebut Tidung Tengara yang kebanyakan bermukim di daerah air asin.
Dari adanya beberapa
dialek Bahasa Tidung yang merupakan kelompok komunitas berikut lingkungan
sosial budayanya masing-masing, maka tentulah dari kelompok-kelompok dimaksud
memiliki pemimpin masing-masing. Sebagaimana diriwayatkan kemudian bahwa
setelah Kerajaan Benayuk di Menjelutung runtuh maka anak keturunan beserta
warga yang selamat berpindah dan menyebar kemudian membangun pemukiman baru.
Salah seorang dari keturunan Benayuk yang bernama Kayam selaku pemimpin dari
pemukiman di Linuang Kayam (Kampung si Kayam) yang merupakan cikal bakal dari
pemimpin (raja-raja) di Pulau Mandul, Sembakung dan Lumbis.
Komentar
Posting Komentar